Khutbah Idul Fitri 2022 Penuh Makna: Tetap Istiqamah Setelah Berakhirnya Bulan Ramadan
Khutbah Idul Fitri 2022 Penuh Makna:
Tetap Istiqamah Setelah Berakhirnya
Bulan Ramadan
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ
هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ
تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
وَأَشْهَدُ أَن
لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ
قَالَ اللهُ
تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ:
]يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ[
]يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيبًا[
]يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا[
فَإِنَّ
أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَأَفْضَلُ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ r وَشَرَّ
الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ َوكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ
الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa
ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Jamaah shalat Idul Fitri yang
semoga dirahmati oleh Allah,
Hari ini kita berada dalam hari
besar, hari perayaan, hari di mana kita kembali berbuka puasa, yaitu hari Idul
Fitri.
Suatu nikmat yang besar, kita dapat menjalankan ibadah shiyam, ibadah puasa sebulan penuh. Kali ini kita berada pada awal Syawal 1443 H.
Ingatlah,
Sebagaimana para ulama di masa
silam seringkali berkata,
“Hari ini suatu kaum telah kembali
dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”
Karena memang bulan Ramadhan itu penuh dengan ampunan. Sehingga sampai ulama seperti Qatadah rahimahullah mengatakan, “Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit diampuni.”
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan, “Tatkala semakin banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka siapa saja yang tidak mendapati pengampunan tersebut, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan yang banyak.”
Kita terus berdoa pada Allah, moga amalan kita di bulan Ramadhan diterima di sisi Allah. Semoga amalan kita yang penuh kekurangan tetap mendapatkan balasan terbaik di sisi-Nya.
Semoga Allah juga mengampuni kesalahan dan setiap kelalaian kita selama beramal di bulan Ramadhan.
اللهُ أَكْبَرُ
كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ وَأَجَلُّ
اللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا
Allahu akbar kabiiro, Allahu akbar
kabiiro, Allahu akbar walillahil hamd wa ajall, Allahu akbar ‘ala maa hadaanaa.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan pada junjungan kita, suri tauladan kita, Nabi akhir zaman, Nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula kepada para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Seorang mukmin sudah sepatutnya terus meminta pada Allah keistiqamahan. Itulah yang kita pinta dalam shalat minimal 17 kali dalam sehari lewat doa,
“Tunjukkanlah kepada kami jalan
yang lurus.” (QS. Al-Fatihah: 6)
Apa keistimewaannya?
Disebutkan dalam kitab Hilyah
Al-Auliya’ beberapa perkataan ulama berikut
Ibnul Mubarak menceritakan dari
Bakkar bin ‘Abdillah, ia berkata bahwa ia mendengar Wahb bin Munabbih berkata,
ada seorang ahli lewat di hadapan ahli ibadah yang lain. Ia pun berkata, “Apa
yang terjadi padamu?” Dijawablah, “Aku begitu takjub pada si fulan, ia
sungguh-sungguh rajin ibadah sampai-sampai ia meninggalkan dunianya.” Wahb bin
Munabbih segera berkata, “Tidak perlu takjub pada orang yang meninggalkan dunia
seperti itu. Sungguh aku lebih takjub pada orang yang bisa istiqamah.” (Hilyah
Al-Auliya’, 4: 51)
Orang yang bisa istiqamah, ajek terus dalam ibadah, itu lebih baik daripada orang yang memperbanyak ibadah.
Ingatlah,
Bisa terus istiqamah, itulah
karamah seorang wali Allah (kekasih Allah) yang begitu luar biasa,
وَأَنَّ
الْكَرَامَةَ لُزُومُ الِاسْتِقَامَةِ
“Sesungguhnya karamah (seorang
wali Allah, pen.) adalah bisa terus istiqamah.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10: 29)
اللهُ أَكْبَرُ
كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ وَأَجَلُّ
اللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا
Allahu akbar kabiiro, Allahu akbar
kabiiro, Allahu akbar walillahil hamd wa ajall, Allahu akbar ‘ala maa hadaanaa.
Lalu bagaimana biar bisa terus
istiqamah?
Ada beberapa kiat yang secara singkat kami terangkan berikut ini.
Pertama: Selalu berdoa pada Allah karena istiqamah itu hidayah dari-Nya
Kita butuh doa agar bisa istiqamah
karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Oleh karenanya, do’a yang paling
sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
“Ya muqollibal quluub tsabbit
qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah
hatiku di atas agama-Mu).”
Adapun doa yang diajarkan dalam
Al-Qur’an,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau
jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada
kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Ummu Salamah pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لأَكْثَرِ
دُعَائِكَ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Rasulullah kenapa engkau
lebih sering berdo’a dengan do’a, ’Ya muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala
diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas
agama-Mu)’. ”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
seraya menjawab,
يَا أُمَّ
سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ
اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya
hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah
kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang
dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”
Setelah itu Mu’adz bin Mu’adz (yang meriwayatkan hadits ini) membacakan ayat,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada
kami.” (QS. Ali Imran: 8) (HR. Tirmidzi, no. 3522; Ahmad, 6: 315. Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad
hadits ini hasan)
Kedua: Berusaha menjaga keikhlasan
dalam ibadah
Amalan yang dilakukan ikhlas
karena Allah itulah yang diperintahkan sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَمَا أُمِرُوا
إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا
الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:
5)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ
عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala
berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik.
Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan
meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan
syiriknya.” (HR. Muslim, no. 2985)
Adapun buah dari keikhlasan akan membuat amalan itu langgeng, alias istiqamah. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَمَا لاَ يَكُوْنُ لَهُ لاَ يَنْفَعُ
وَلاَ يَدُوْمُ
“Segala sesuatu yang tidak
didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.”
(Dar’ At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql, 2: 188).
Para ulama juga memiliki istilah lain,
مَا كَانَ للهِ يَبْقَى
“Segala sesuatu yang didasari
ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.”
Ketiga: Rutin beramal walau
sedikit
Amal yang dilakukan ajek (kontinu)
walaupun sedikit itu lebih dicintai Allah dibandingkan amalan yang langsung
banyak namun tak ajek.
Maksudnya, seseorang dituntun untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang hanya sesekali dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-; beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Bukhari, no. 6465; Muslim, no. 783). Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
Keempat: Rajin koreksi diri (muhasabah)
Kalau kita rajin mengoreksi diri,
diri kita akan selalu berusaha untuk baik. Allah Ta’ala memerintahkan kita
supaya rajin bermuhasabah (introspeksi diri),
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Hisablah (koreksilah) diri kalian sebelum kalian itu dihisab. Siapkanlah
amalan shalih kalian sebelum berjumpa dengan hari kiamat di mana harus berhadapan
dengan Allah.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 235)
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,
“Pandanglah amal yang telah kalian lakukan. Apakah amalan shalih yang berujung
selamat? Ataukah amalan jelek yang berujung celaka?” (Zaad Al-Masiir, 8: 224)
Kelima: Memilih teman yang shalih
Teman bergaul amat penting, itulah
yang memudahkan kita untuk istiqamah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاصْبِرْ
نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ
وَجْهَهُ
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama
dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
mengharap wajah-Nya.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Diriwayatkan dari Abu Musa
radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ
الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ
تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ
تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)
Imam Al-Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)
Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Sebagaimana kata pepatah Arab,
الصَّاحِبُ سَاحِبٌ
“Yang namanya sahabat bisa menarik (mempengaruhi).”
Ahli hikmah juga menuturkan,
يُظَنُّ بِالمرْءِ مَا يُظَنُّ
بِقَرِيْنِهِ
“Seseorang itu bisa dinilai dari orang yang jadi teman dekatnya.”
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Jamaah shalat Idul Fitri yang
semoga senantiasa mendapatkan berkah dari Allah,
Demikian khutbah pertama ini.
أَقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
أَحْمَدُ رَبِّي
وَأَشْكُرُهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَنَا مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
Jamaah shalat Idul Fitri yang
semoga senantiasa istiqamah di jalan Allah,
Agar bisa istiqamah, ada point
keenam yang bisa diamalkan yaitu Melakukan Puasa Syawal
Karena dengan melakukan puasa
Syawal berarti sebagai tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan sebelumnya.
Dari Abu Ayyub Al-Anshori, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa
Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti
setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164)
Kapan mulai puasa Syawal? Kapan pun boleh yang penting masih di bulan Syawal.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Disunnahkan melakukannya secara berturut-turut di awal Syawal. Jika tidak
berturut-turut atau tidak dilakukan di awal Syawal, maka itu boleh. Seperti itu
sudah dinamakan melakukan puasa Syawal sesuai yang dianjurkan dalam hadits.”
(Al Majmu, 6: 276)
Akhirnya kami memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa memberikan kita petunjuk dan taufik untuk tetap beramal shalih selepas Ramadhan ini.
Semoga amalan kita di bulan Ramadhan
yaitu amalan shalat malam, membaca Al Quran, bersedekah dan lainnya diterima
oleh Allah.
Semoga kita diberi keistiqamahan serta diberi keistimewaan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan berikutnya.
Mari kita tutup khutbah Idulfitri
dengan doa, semoga Allah perkenankan setiap doa kita di hari penuh kebaikan
ini.
اللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ
الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
اللَّهُمَّ
أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ
السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا،
وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ
عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ
لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
اللَّهُمَّ
تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي
رَمَضَانَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ
رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
تَقَبَّلَ اللهُ
مِنَّا وَمِنْكُم تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا
وَمِنْكُم
عِيْدُكُمْ
مُبَارَكٌ وَعَسَاكُمْ مِنَ العَائِدِيْنَ وَالفَائِزِيْنَ
كُلُّ عَامٍ
وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
وَآخِرُ
دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
***
kabarlumajang.com